Minggu, 05 Mei 2019

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA NABI SAW DAN SAHABAT


PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA NABI SAW DAN SAHABAT.


Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang. Dalam pengertian seluas-luasnya, pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri. Dalam konteks masyarakat Arab, dimana Islam lahir dan berkembang, kedatangan Islam lengkap dengan usaha-usaha pendidikan merupakan transformasi besar. Sebab masyarakat Arab pra-Islam tidak mempunyai sistem pendidikan formal. Pada Masa Nabi, Pendidikan  Islam merupakan pendidikan yang mengukuhkan kembali tradisi moral masyarakat Arabia yang berisi nilai-nilai kebajikan tradisional bangsa Arab dengan nuansa baru yang bersifat Islam. Sedang Masa Sahabat, Pendidikan Islam berlangsung tak lebih dalam rangka penyebaran risalah yang dibawa Rasulullah SAW kepada umat manusia, yang kemudian berlanjut menjadi sebuah upaya sadar pemberdayaan umat.
Kata Kunci : Pendidikan Islam, Moral masyarakat dan Pemberdayaan umat.
Prawacana
Peradaban Islam telah melewati beberapa tahap perkembangan. Dan sebagian besar pencapaian materialnya justru tidak terjadi selama periode-periode awal.  Pencapaian terbesar (secara material) terjadi pada abad ke-3 dan ke-4 hijriah. Karena itu sejarawan Barat, Adam Mitez, berpendapat bahwa abad keempat merupakan puncak peradaban Islam, karena periode itu sangat mendukung kegiatan ibadah. Jika dikomparasikan dengan abad ke-4 hijriah, perilaku muslim abad I jelas lebih sesuai dengan ajaran-ajaran syariat.[1]
Nabi sendiri menegaskan hal ini dalam sabdanya:[2]
خير الناس قرنى ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم. (رواه البخاري)
Artinya : “Sebaik-baik generasi adalah generasiku, generasi setelah mereka dan generasi setelah itu.”
Dari hadith itulah, penulis berasumsi bahwa masa awal sejarah Islam merupakan rentang waktu yang sangat penting, karena pada periode itu ajaran Islam yang komprehensif betul-betul diimplementasikan. Masa tersebut merupakan prototipe dan ideal yang harus ditiru oleh masyarakat kita sekarang. Karena itulah mengetahui tradisi intelektual dan perkembangan pendidikan di masa itu menjadi hal yang sangat signifikan.
A.    Sejarah Pendidikan Islam Pra Hijrah
Semenjak turun wahyu pertama, Muhammad menyampaikan pengalaman keagamaannya kepada sanak keluarganya dan teman-teman dekatnya. Apabila mereka ingin berlatih atau mempraktekkan ibadah maka mereka datang ke tempat yang sepi di mekkah agar tidak diketahui oleh orang-orang Quraisy. [3]
Ketika umat Islam mencapai 30 orang dari kalangan laki-laki dan perempuan maka Rasulullah memilih rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam sebagai tempat pertemuan mereka untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran ajaran-ajaran Islam. Berkat pertemuan-pertemuan itulah maka umat Islam hampir mencapai 40 orang. Mayoritas mereka terdiri dari para fakir, budak, dan orang-orang yang tidak punya peran dari kalangan Quraisy.[4]Mereka berkumpul mengelilingi Rasulullah untuk mendengarkan pembacaan wahyu al-Qur’an dan penjelasannya. Materi yang sering disampaikan oleh Rasulullah adalah tentang aqidah dan ibadah.
Pada masa tersebut, Islam merupakan agama yang mengukuhkan kembali tradisi moral masyarakat Arabia. Dengan kata lain, di bidang moralitas, Islam membentuk kembali nilai-nilai yang sejenis. Nilai-nilai kebajikan tradisional bangsa Arab diberi arti baru yang bersifat Islam.[5]
B.     Sejarah Pendidikan Islam Pasca Hijrah
1.      Mesjid Masa Rasulullah
Setelah kira-kira 12 tahun menjalankan tugas kerasulan di Mekkah, maka Allah memerintahkan Nabi untuk hijrah ke Madinah. Karena itulah pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal (28 Juli 622 Masehi) Nabi meninggalkan Mekkah pergi ke Quba, selatan Yathrib yang sesudah itu bernama Madinah.[6] Di kota itulah Nabi pertama kali membangun mesjid Quba yang didasarkan pada taqwa dan berfungsi sebagai pusat pergerakan Negara, tempat menyampaikan nasehat-nasehat, tempat mengatur siasat, pusat pendidikan pertama, dan sebagai kantor Pengadilan Tinggi.[7]
Enam bulan setelah Nabi hijrah ke Madinah, kiblat shalat diganti dari Baitul Maqdis (Jerussalem) ke Ka’bah di Mekkah. Sebagai akibat perubahan geografis tadi, tembok arah kiblat pertama menjadi di belakang tembok Mesjid Nabi. Nabi memerintahkan supaya di atas tembok itu dibuat atap. Tempat itulah yang kemudian dikenal dengan sebutan ash shuffah ‘podium’/’bangku’ atau azh zhillah ‘naungan’, tetapi pada ketiga sudutnya tetap terbuka.[8]
Ahlu Suffah mencurahkan banyak perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan terus menetap di dalam mesjid untuk beribadah. Mereka terbiasa dengan kesederhanaan dan asketisme.
Tetapi, keterlibatan mereka yang begitu intens dalam ilmu pengetahuan dan ibadah, tidak menghalangi mereka untuk ikut berpatisipasi dalam kehidupan sosial dan jihad.[9]
Menurut analisa penulis, tradisi imtelektual yang dilakukan oleh Rasulullah dan umat Islam pasca Hijrah adalah
a.      Rasulullah mengajarkan agama pada umat islam di masjid oleh karena Ahlus As Suffah tinggal di masjid maka mereka lebih sering mengikutinya dari pada yang lain
b.      Rasulullah mengadakan perjanjian dengan para tawanan perang badar bahwa tawanan yang bisa mengajarkan baca tulis pada  10 anak Madinah maka ia akan dibebaskan.[10]
c.       Umat Islam dikirim ke medan perang secara bergantian agar secara bergantian pula mempelajari agama Islam.
d.     Pendelegasian sahabat kedaerah – daerah kekuasaan islam untuk mengajarkan ilmu – ilmu agama Islam.
- Mesjid Pasca Rasulullah Wafat
Pada mulanya fungsi mesjid semakin luas setelah Rasulullah wafat, Amr bin al-‘Ash membangun rumah panglima sebagai penguasa sipil dan militer berada di sebelah timur mesjid yang dibangunnya di Mesir. Bahkan pada periode selanjutnya, tempat tinggal Amir dan Gubernur tetap berada di dekat mesjid. Dengan demikian mesjid merupakan tempat kegiatan pemerintahan.
Perubahan terjadi pada masa pemerintahan Banî ‘Abbâs. Ketika Baghdad dibangun pada 762 M., didirikan istana sebagai pusat kegiatan pemerintahan. Mesjid tidak lagi merupakan pusat kegiatan politik dan militer. Tetapi mesjid terus merupakan tempat khalifah atau amir menyampaikan pengumuman-pengumuman penting kepada rakyat. Lambat laun mesjid putus hubungannya dengan kegiatan politik, dan mulai menjadi pusat peribadatan dan ilmu pengetahuan saja.[11]
Pada abad X, di Baghdad kokon memiliki  sekitar 30.000 mesjid yang berfungsi sebagai rumah ibadah, lembaga pendidikan, dan pusat kegiatan masyarakat.[12] Khilafah al Ma’mun membangun mesjid jami’ dan non jami’.
Mengingat fungsi pendidikannya, mesjid dapat diterjemahkan sebagai “Mesjid - Akademi”, satu model institusi pendidikan yang muncul pada abad VIII dan secara konsisten mendominasi arena pendidikan sepanjang periode klasik Islam.[13]
2.      Kuttab
Nasr dalam bukunya Science And Civilization in Islam menyatakan : “The kuttab (maktab) has thus served both as the center for the religious and literary education of general community and also as the preparatory stage for the advanced instutions of learning, in which the some sciences have been taught.”[14]
Artinya : Kuttab telah dipergunakan sebagai pusat yang berhubungan dengan keagamaan dan pendidikan sastra bagi masyarakat umum dan juga sebagai tahap persiapan bagi institusi pengajaran lebih lanjut, dimana beberapa disiplin ilmu telah diajarkan.
Menurut Ibnu Haukal, di satu kota saja dari kota di Sicilia ada 300 Kuttab bahkan ada beberapa kuttab yang luas sehingga satu kuttab bisa menampung ratusan, bahkan ribuan siswa. Dalam sejarah disebutkan bahwa Abul Qasim al-Balkhi memiliki sebuah kuttab yang ditempati oleh 3.000 siswa. Dalam perkembangannya kuttab berkembang menjadi sejenis universitas pertama di abad pertengahan (Middle Ages) dan dipergunakan sebagai model bagi permulaan universitas-universitas di Eropa selama abad XI.[15]
3.      Madrasah
Menurut George Makdisi dalam kajiannya yang terfokus pada Madrasah Nidzamiyyah periode pertengahan di Baghdad, bahwa asal muasal pertumbuhan madrasah merupakan hasil tiga tahap:
a.      Mesjid sebagai tempat pendidikan adalah mesjid biasa (mesjid college) yang disamping untuk tempat jama’ah shalat juga untuk majelis ta’lim (pendidikan).
b.      Mesjid-khan, yaitu mesjid yang dilengkapi dengan bangunan khan (asrama, pemondokan) yang masih bergandengan dengan mesjid.
c.       Madrasah yang demikian menyatukan kelembagaan mesjid-biasa dengan mesjid-khan. Kompleks madrasah yang terdiri dari ruang belajar, ruang pondokan, dan mesjid. Diduga berasal dari Khurasan.[16] Misalnya : Al Azhar didirikan oleh para kholifah mesir pada abad 10 [17]dan Madrasah Nidzamiyah yang didirikan oleh seorang Wazir Persia, Nizamul Muluk pada tahun 1067.
4.      Rumah Sakit
Rumah sakit juga merupakan sekolah – sekolah kedokteran. Disetiap rumah sakit terdapat ruangan besar untuk kuliah[18] dan perpustakaan yang penuh dengan buku – buku.[19]
Rumah sakit bukan hanya sebagai tempat untuk merawat dan mengobati orang-orang sakit tapi juga juga mendidik tenaga – tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan mereka juga mengadakan penelitian dan percobaan dalam ilmu kedokteran[20]. Dengan demikian rumah sakit juga dilengkapi dengan observatorium. Misalnya rumah sakit Adhudi, RS besar An Nũri, RS Al Masyhuri, RS Marra Kesh.
5.      Maktabah (Perpustakaan)
Perpustakaan dibagi dua yaitu :
a.         Perpustakaan umum yaitu perpustakaanyang dirikan oleh para khalifah, Amir, Ulama’ dan Hartawan seperti perpustakaan Darul Hikmah di Kairo perpustakaan Al Hakam di Andalus dan sebagainya.
b.         Perpustakaan pribadi
Seperti perpustakaan Al Fath bin Khaqan, perpustakaan Ibnu Khasyab dan sebagainya.[21]
6.      Halaqah merupakan institusi pendidikan Islam setingkat dengan pendidikan tingkat lanjutan atau college. Sistem ini merupakan gambaran tipikal dari murid murid yang berkumpul dan duduk melingkar untuk belajar bersama dengan dipandu oleh seorang guru.[22]
7.      Majelis adalah institusi pendidikan untuk transmisi keilmuan dari berbagai disiplin ilmu misalnya : Mejelis Al Hadith, Majelis Al Syu’ara, Majelis Al fatwa dan sebaginya.[23]
8.      Toko kitab selama periode Abbasiyah, banyak sekali kitab – kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang ditulis umat islam sehingga berdirilah toko – toko kitab. Hitty menegaskan bahwa pada zaman itu (891 M ) terdapat pusat pertokoan yang berjejer lebih dari 100 buah toko buku dalam satu jalan. Para pemilik toko tersebut umumnya adalah yang memiliki tulisan bagus pandai menyalin dan menguasai literatur yang ada.[24] Sehingga di toko buku seringkali didapatkan orang – orang yang mendiskusikan isi kitab yang diperjual belikan.
9.      Manazil Ulama’ ( Rumah – rumah ahli ilmu pengetahuan ).
Diantara rumah ulama yang terkenal menjadi tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al Ghozali, Ya’qub Ibnu Killis dan lain – lain.[25]
10.  Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan dari kehidupan duniawi untuk mengkonsentrasikan diri dari beribadah semata.[26]
11.  Ikhwan Al Shafa adalah perkumpulan para mujtahidin dalam bidang filsafat yang banyak menfokuskan perhatiannya pada bidang da’wah dan pendidikan. Perkumpulan ini berkembang pada abad ke-2 H. di kota bashrah, Irak. Semua anggota wajib menjadi guru dan muballig terhadap orang lain yang terdapat di masyarakat.[27]
12.  As Shalûnât al Adabiyyah yaitu sanggar seni dan sastra.



KESIMPULAN
1.         Sebelum Hijjrah, Rasulullah menunjuk rumah al Arqam bin Abi Al Arqam sebagai pusat pendidikan, tempat Rasulullah mendidik dan mengajarkan ajaran – ajaran islam. Materi yang disampaikan adalah aqidah, ibadah dan akhlaq.
2.         Setelah Hijrah, Rasulullah menggunakan Mesjid sebagai pusat pergarakan negara, tempat menyampaikan nasehat, mengatur siasat perang, pusat pendidikan dan sebagai kantor pengadilan tinggi.
3.         Tradisi intelektual yang dilakukan oleh Rasulullah dan umat islam pasca Hijrah adalah :
a.      Mengajarkan agama pada umat islam di Mesjid. Dalam hal ini Ahlu as Shuffah lebih sering mengikutinya.
b.      Tawanan perang badar dibebaskan apabila bisa mengajarkan baca tulis ….orang islam
c.       Umat islam dikirim ke medan perang secara bergantian, agar ada yang menpelajari agama islam
d.     Pendelegasian sahabatke daerah – daerah kekuasaan islam untuk mengajarkan agama Islam sehingga dari daerah – daerah tersebut juga muncul tokoh – tokoh islam.
4.         Setelah Rasulullah wafat, tradisi intelektual umat islam semakin mantap, hingga mancapai puncaknya pada zaman Dinasti Abbasiyah. Hal ini di tandai dengan menculnya beberapa lembaga pendidikan dengan sistem pandidikan yang semakin mapan, seperti masjid, Kuttab, Madrsah, Rumah Sakit, Maktabah, Halaqoh, Maje;is, Toko Buku, Rumah Ulama’, Ribath dan Ikhwan al Safa.



DAFTAR PUSTAKA
Abdul Jabbar, Amr. Khulashah Nur al Yaqin, juz 2. Surabaya: Maktabah Muhammad bin Ahmad Nabahan wa Awladini, 1969.
Al Bukhāry, Abi Abdillah Muhamad bin Ismail. Fathul Bary .Darul Fikr, tt.
Al Ghadbân, Munîr Muhammad. al-Manhaj al-Haraky lil As-Sîrah an Nabawiyyah. Juz I .Az-Zarqâ’: Maktabah al-Mannar.
Al Buthy, Muhammad Said Ramadhan. Fiqh as Sirah. Beirut: Dar  al-Fikr, 1990.
As Siba’i, Mustofa Husni. Min Rawâ’i Hadaratina. terj. Abdullah Zaky al-Kaaf .Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Amstrong, Karen. Islam : A Short History. Terj. Ira Puspito Rini. Yogyakarta : Ikon Tetalitara, 2002.
Gazalba, Sidi .Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. Jakarta: al Husna Zika, 2001.
Kitti, Philip K. History of the Arabs. New York : Mac Millan Press, 1970.
Lapidus, Ira M, .A History Of Islamic Societies, Terj. Ghufron A. Mas’adi .Jakarta : Raja Gravindo Persada, 1999.
Makdisi, George. Muslim Institutions Of Learning in Eleventh - Century Baghdad,”Bulletin Of the School Of Oriental And African Studies 25 : 1961.
Nasr, Seyyed Hossein. Science and Civilization in Islam. New York: New Ameri Can Library, 1970.
Nasabe, Hisyam. Moslem Educational Institutions. Beirut : Riyad Solh Sguare, 1998.
Nasution, Harun. Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan, 1998.
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997.
Stanton, Charles Michael. Pendidikan Tinggi Dalam Islam. terj. Afandi dan Basri .Jakarta: Logs, 1994.
Suwito, Fauzan. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta : Prenada Media, 2005.
Umari, Akram Diyāuddin. Madinah Society at The Time Of The Prophet, Its Characteristics and Organization. terj. Mun’im A. Sirry .Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Zihairini, et. Al ; Sejarah Pendididkan Islam. Jakarta : Bumi Aksara, 1997.


[1] Akram Dhiyauddin Umari, Madinah Society at The Time Of The Prophet: Its Characteristics and Organization, terj. Mun’im A. Sirry (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 34.
[2] Abi Abdillah Muhamad bin Ismail al Bukhary, Fathul Bary (Darul Fikr, tt), 244.
[3] Munîr Muhammad al-Ghadbân, al-Manhaj al-Haraky lil As-Sîrah an Nabawiyyah Juz I, (Az-Zarqâ’: Maktabah al-Mannar), 21.
[4] Muhammad Said Ramadhan al Buthy, Fiqh as Sirah, (Beirut: Dar  al-Fikr, 1990), 94.
[5] Ira M. Lapidus, A History Of Islamic Societies, Terj. Ghufron A. Mas’adi (Jakarta: Raja Gravindo Persada, 1999), 51.
[6] Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam (Jakarta: al Husna Zika, 2001), 121.
[7] Al Ghadbân, Al Manhaj, 203.
[8] Umari, Masyarakat Madani , 98.
[9] Ibid, 101.
[10] Amr Abdul Jabbar, Khulashah Nur al Yaqin, juz 2 (Surabaya: Maktabah Muhammad bin Ahmad Nabahan wa Awladini, 1969), 15.
[11] Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1998), 249.
[12] Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi Dalam Islam, terj. Afandi dan Basri (Jakarta: Logs, 1994), 23.
[13] Ibid., 38.
[14] Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam (New York: New Ameri Can Library, 1970), 66.
[15] Nasr, Science, 66.
[16] Lapidus, A History, 253.
[17] Karen Amstrong, Islam: A Short History, Terj. Ira Puspito Rini, (Yogyakarta : Ikon Tetalitara, 2002), 98.
[18] Mustafa, Min Rawa’I, 195.
[19] Ibid, 196.
[20] Hisyam Nasabe, Moslem Educational Institutions (Beirut : Riyad Solh Sguare, 1998), 25.
27 Mustafa, Min Rawa’I, 203.
[22] Suwito, Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta : Prenada Media, 2005), 28.
[23] Ibid.
[24] Philip K. Kitti, History of the Arabs (New York : Mac Millan Press, 1970), 408.
[25] Zihairini, et. Al ; Sejarah Pendididkan Islam ( Jakarta : Bumi Aksara, 1997 ), 98.
[26] Suwito, Sej, 28.
[27] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam ( Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997 ), 181.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar